Paru-paru dunia ada di Kabupaten Aceh Tenggara.
Pernyataan ini tidak berlebihan, karena Aceh Tenggara menjadi
salah satu pemilik kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.
Kawasan seluas 1.094.692 hektar ini masuk dalam wilayah
beberapa kabupaten, yaitu Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh
Timur, Aceh Selatan, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Langkat
(Provinsi Sumatera Utara).
Taman nasional
memiliki keistimewaan keanekaragaman flora dan fauna.
Diperkirakan ada sekitar 3.500 jenis flora termasuk tanaman
langka Raflesia atjehensis dan Johanesteinimania altifrons
(pohon payung raksasa) serta Rizanthes zippelnii yang
merupakan bunga terbesar, langka, dan dilindungi, dengan
diameter 1,5 meter. Ada sekitar 130 jenis mamalia dengan
hampir tiga perempatnya termasuk jenis langka.
Untuk menjaga
kelestarian flora dan fauna kawasan taman nasional ini,
Masyarakat Uni Eropa ikut mendukung pelestariannya. Mereka
berkepentingan. Ibarat paru-paru yang sehat, demikian pula
kawasan taman nasional dapat menyehatkan dunia.
Sejak tanggal 10
April 2002 kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Aceh
Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2002. Peluang menggali potensi pariwisata dari
taman nasional lalu mesti dibagi di antara keduanya. Aceh
Tenggara sebagai kabupaten induk tidak terlalu kehilangan
peluang untuk menggali potensi taman nasional ini.
Kutacane yang
menjadi ibu kota kabupaten menjadi salah satu pintu masuk
kawasan taman nasional. Dengan hanya menempuh perjalanan
setengah jam, akan dapat ditemui Ketambe, stasiun penelitian
flora dan fauna, di pinggir Sungai Alas. Taman Wisata Lawe
Gurah memiliki panorama alam, sumber air panas, danau, air
terjun, pengamatan satwa dan tumbuhan seperti orang utan,
kupu-kupu, dan bunga rafflesia.
Selain itu,
penggemar olahraga arung jeram dapat menjajal keganasan Sungai
Alas yang mengalir menuju Kabupaten Aceh Selatan. Sambil
mengarungi Sungai Alas ini, penggemar rafting akan disuguhi
kesegaran air sungai, panorama keindahan alam hutan tropis
Aceh, dan perkampungan rakyat tradisional.
Namun, bukan
hanya pariwisata yang bisa dijadikan andalan Kabupaten Aceh
Teng-gara. Lapangan usaha pertanian pun masih menjadi andalan.
Tahun 2000, sebelum pemekaran terjadi, Kabupaten Aceh Tenggara
mempunyai total kegiatan ekonomi sekitar setengah trilyun
rupiah. Sepertiga lebih disumbang oleh pertanian tanaman
pangan.
Kondisi
geografis Kabupaten Aceh Tenggara landai. Karena itu,
pertanian tanaman pangan cocok dikembangkan. Kenya-taannya
setelah pemekaran, 60 persen lahan padi sawah tetap berada di
Aceh Tenggara. |
|
Sebelum
pemekaran, Kabupaten Aceh Tenggara dikenal sebagai penghasil
tembakau. Sampai-sampai dalam logo kabupaten dicantumkan
gambar daun tembakau. Namun, sa-yang, kebanggaan sebagai
penghasil tembakau kini mesti direlakan untuk disandang
Ka-bupaten Gayo Lues. Kecamat-an penghasil tembakau seperti
Terangon, Rikit Gaib, Blang-kejeren kini masuk wilayah
Kabupaten Gayo Lues.
Masih ada produk
perkebunan lain yang dapat diandalkan. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2000,
daerah ini memiliki produk unggulan seperti kopi, kelapa
sawit, gambir, cengkeh, pala, cokelat, dan lada. Walaupun
masih kalah jauh oleh produksi kopi Aceh Tengah, daerah ini
menyimpan potensi untuk pengembangan kopi. Pada tahun 2000
produksi kopi, setelah dikurangi wilayah pemekaran, tercatat
2.600 ton, dengan luas areal 3.011 hektar. Tanaman kopi
sebagian besar berada di Kecamatan Badar, Lawe Sigala-Gala,
dan Lawe Alas. Tujuh puluh persen lahan kopi ada di kabupaten
induk.
Sebelum
pemekaran, produksi kemiri Aceh Tenggara yang terbesar di
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah 13.328 ton dengan luas
areal 15.322 hektar. Setelah pemekaran, kekayaan ini harus
dibagi dengan Kabupaten Gayo Lues. Hampir 50 persen lebih luas
areal perkebunan kemiri kini menjadi milik Kabupaten Gayo
Lues. Produksi karet rakyat masih terkonsentrasi di Kabupaten
Aceh Tenggara. Sebaran kawasan perkebunan karet ini sebagian
besar di Kecamatan Badar dan Darul Hasanah.
Kondisi
topografi Aceh Tenggara yang bergunung-gunung menjadi salah
satu penghalang kelancaran transportasi dan komunikasi. Lokasi
yang tidak terjangkau oleh kendaraan umum bisa ditempuh dengan
berkuda. Biasanya bila ingin pergi dari Banda Aceh ke
Kutacane, orang lebih suka lewat Kota Medan-daripada lewat
Aceh Tengah atau Gayo Lues yang kondisi medannya bergunung dan
penuh hutan. Sarana komunikasi seperti telepon pun masih
sering terganggu sehingga komunikasi ke daerah ini mengalami
kesulitan.
Jauhnya lokasi
antara pusat pemerintahan Provinsi NAD di Banda Aceh dengan
Aceh Tenggara menimbulkan perasaan bahwa kabupaten ini
dianaktirikan. Dari sisi geografis, lokasi Aceh Tenggara lebih
de-kat dengan Kota Medan di Su-matera Utara dibanding dengan
Kota Banda Aceh. Apa-kah pemekaran kabupaten kemudian dapat
menjawab kesenjangan akibat kurang mera-tanya pembangunan,
serta dapat menghilangkan perasaan dianaktirikan oleh
pemerintah provinsi? (Yuliana Rini DY/ Litbang
Kompas)
http://www.acehtenggara.ip.com |